LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH


BAB I
PENDAHULUAN

Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lambaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dnegan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjidMaka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan Zaman Abbasiyah
Masa keemasan Abbasiyah adalah zaman keemasan peradaban (pendidikan) Islam yang berpusat di Baghdad yang berlangsung selama kurang lebih lima abad (750-1258 M). Hal ini dibuktikan oleh keberhasilan tokoh-tokoh Islam dalam menjalani keilmuan dan dengan karya-karyanya. Mulai dari aliran fiqih, tafsir, ilmu hadis, teologi, filsafat sampai dengan bidang keilmuan umum seperti matematika, astronomi, sastra sampai ilmu kedokteran.
Keberhasilan dalam bidang keilmuan tersebut disebabkan adanya kesadaran yang tinggi akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk sebuah peradaban. Mereka memahami bahwa sebuah kekuasaan tidak akan kokoh tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan. Hal itu dapat ditunjukkan melalui antusias mereka dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama’, para pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, dan banyaknya perpustakaan yang dibuka, salah satunya adalah Bait al-Hikmah.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (768-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Masa pemerintahan Harun al-Rasyid yang 23 tahun itu merupakan permulaan zaman keemasan bagi sejarah dunia Islam bagian timur. Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Al-Ma’mun pengganti al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

B.     Lembaga – Lembaga Pendidikan
Seiring dengan ramainya kegiatan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan fisafat Yunani,lembaga pendidikan juga mencapai kemajuannya yang signifikan.Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama,mulai mengajarkan ilmu pengetahuan umum,seperti Matematika,Filsafat,dan Kedokteran.
Awal daripada lembaga –lembaga pendidikan dalam sejarah Islam tidak dapat dipisahkan dari fungsi dan peranan mesjid. Di samping sebagai pusat pelaksanaan ibadah shalat maka mesjid berfungsi pula sebagai penyebar ilmu pengetahuan. Di setiap mesjid para ulama mengajar berbagai macam ilmu dan di mesjid telah disiapkan pula ruangan baca atau perpustakaan khusus. Memang pada awal perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam, sekolah sebagai bentuk yang dikenal sekarang ataupun perpustakaan yang berdiri sendiri belum didirikan.
Pada permulaan daulah Abbasiyah, juga masih belum ada pusat pendidikan yang bernama madrasah (sekolah) hanya yang ada ma’had (tempat belajar) yang lain, yaitu :
a.                   Kuttab,yaitu (lembaga pendidikan tingkat dasar yang sudah adasejak zaman nabi. Di dalam kuttab ini diajarkan cara membaca dan menulis,kemudian berkembang menjadi pelajaran ilmu agama.) kuttab ini berdiri sejak abad ke 8 M ,mulai mengajarkan tentang ilmu pengetahuan.
b.             Halaqah adalah model pendidikan dimana seorang guru duduk dikelilingi oleh murid-muridnya.Menurut Hanun Asrohah,Halaqah bukan lembaga pendidikan tingkat dasar melainkan lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college.
c.              Masjid dalam sejarahnya bukan hanya tempat shalat tetapi juga tempat untuk menuntut ilmu. Lembaga pendidikan masjid tersebar diseluruh provinsi wilayah islam. Masjid-masjid yang banyak  di kunjungi antara lain,Makkah,Madinah,Baghdad,Kairo,dan Damaskus.Masjid al-Manshur di Baghdad memiliki tak kurang 40 halaqah sehingga sangat ramai dikunjungi penuntut ilmu.Masjid Umayyah di Damaskus,juga ramai dijadikan sebagai tempat halaqah,Masjid al-Azhar di Kairo merupakan pusat kegiatan keilmuan setingkat universitas
d.             Majelis Munadharah,yaitu majelis tempat pertemuan para ulama sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah –masalah ilmiah.Majelis serupa ini terdapat di kota-kota besar dalam negara Islam.
e.              Baitul Hikmah,yang didirikan oleh Hrun al-Rasyid dan kemudian disempurnakan oleh khalifah  Makmun.Baitul hikmah adalah perpustakaan terbesar ,yang juga disediakan ruangan-ruangan tempat belajar (dilengkapi dengan observatorium.Al-Makmun menempatkan Al-Khawarizmi sebagai peneliti khususnya untuk menyusun kalender). Disamping perpustakaan besar ini ,dibangun pusat pendidikan tinggi,Baitul Hikmah.
f.                     Madrasah Nidhamul muluk ,yang didirikan oleh Perdana Menteri Nizham Al-Muluk yang memerintah dalam tahun 456-485 H adalah seorang yang mula-mula mendirikan madrasah(sekolah) dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini,dengan nama “madrasah”. Madrasah yang didirikan Nidhamul Mulk ,terdapat di Baghdad,Balkh,Muro,Thabristan,Naisabur,Hara,Isfahan,Basrah,Mausul,dan kota-kota lainnya.Madrasah-madrasah yang didirikan ini,mulai dari tingkat rendah,menengah,dan tinggi dan meliputi segala bidang. 
Kehidupan intelektual di zaman dinasti Abbasiyah diawali dengan berkembangnya perhatian pada perumusan dan penjelasan panduan keagamaan terutama dari dua sumber utama yaitu al-Qur’an dan Hadis. Dalam bidang pendidikan di awal kebangkitan Islam lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
1. Maktab/ kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.
2. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa, pendidikan biasanya berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan mendatangkan ulama ahli.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan berdirinya perpustakaan dan akademik.
Kemajuan dalam bidang keilmuan tersebut dikarenakan oleh:
1. Keterbukaan budaya umat Islam untuk menerima unsur-unsur budaya dan peradaban dari luar, sebagai konsekuensi logis dari perluasan wilayah yang mereka lakukan.
2. Adanya penghargaan, apresiasi terhadap kegiatan dan prestasi-prestasi keilmuan.
3. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
4. Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif. Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Banyak menterjemahkan karya-karya bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua, masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Perhatian masyarakat sangat tinggi di bidang sastra dan sejarah, dalam periode awal Abbasiyah telah didapati banyak terjemahan dari bahasa Pahleli atau adaptasi dari bahasa Persia. Berkembangnya pemikiran intelektual dan keagamaan pada periode ini antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan khazanah peradaban besar dan mengembangkannya secara kreatif, ditambah dengan dukungan dari khalifah pada waktu itu dengan memfasilitasi terciptanya iklim intelektual yang kondusif. Tradisi yang berkembang pada waktu itu adalah tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/ kebebasan berfikir, penelitian serta pengabdian mereka akan keilmuan yang mereka kuasai. Bagi mereka adalah kepuasan tersendiri bisa mempunyai kekayaan ilmu.
Tradisi intelektual terlihat dari kecintaan mereka akan buku-buku yang hal itu dibarengi dengan adanya perpustakaan-perpustakaan baik atas nama pribadi yang diperuntukkan kepada khalayak umum atau disponsori oleh khalifah. Hasil membaca mereka kemudian didiskusikan dan dikembangkan lagi, mereka menjadikan perpustakaan dan masjid sebagai tempat berdiskusi. Dari sinilah memunculkan ide/ keilmuan baru, tercipta tradisi menulis, menyadarkan kebutuhan untuk berkarya yang sangat tinggi. Tradisi penelitian juga kita lihat dari temuan-temuan (eksperimen) ilmu dalam bidang sains, matematika, kedokteran, astronomi, dan lain-lain.











BAB III
KESIMPULAN
1. Pada masa Abbasiyah bidang pendidikan mengalami masa keemasan. Popularitasnya mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Rasyid dan putranya, khalifah al-Makmun.Kemajuan tersebut ditentukan oleh dua hal:
a. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa lain yang telah dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan.
b. Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif.
Disamping itu juga didukung oleh tradisi intelektual yakni tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/ kebebasan berfikir, penelitian, serta pengabdian mereka akan keilmuan yang mereka kuasai.
Lembaga –lembaga pendidikan islam pada masa dinasti abbasiyah:
a.       Kuttab
b.      Halaqah
c.       Mesjid
d.      Majelis Munadharah
e.       Baitul Hikmah
f.       Madrasah Nidhamul Muluk






DAFTAR PUSTAKA

SJ,Fadil,Pasang surut peradaban islam dalam lintasan sejarah.(Malang:UIN malang press,2008)
Yatim,Badri,sejarah peradaban islam.(Jakarta:rajawali pers,2002)

4 komentar: